Dua Jalan Hidup: Ketuhanan dan Kesetanan



 Ketuhanan dan Kesetanan 

Ada dua jalan pasti yang tak nampak di kehidupan manusia. Jalan putih dan jalan hitam; jalan baik dan jalan buruk; jalan  Tuhan dan jalan Setan.

 

Dari dua pilihan itu, dapat disadari bahwa hidup seorang manusia tak dapat dihabiskan hanya untuk bersantai dan bermalas-malasan. Seorang manusia harus memilih jalan antara dua jalan itu, seharusnya jangan berhenti pada pertigaan di antaranya.


Hanya ada dua jalan, tak ada yang lain. Di sisi jalan itu, hanya ada padang pasir gersang penuh bebatuan yang sukar dilalui. Dan seorang manusia hanya bisa memilih satu di antaranya, tidak bisa berjalan di dua jalan sekaligus sebab antara dua jalan itu terpisah jauh.

 

Satu jalan yang berkelok-kelok nan sukar, jalan itu bernama Jalan Setan. Sedangkan jalan berkelok-kelok yang sukar lagi banyak aturan lalu lintas, jalan itu bernama Jalan Tuhan.

 

Secara praktis, manusia akan memilih Jalan Setan dan mengikuti cara hidup Kesetanan ketimbang memilih Jalan Tuhan yang selalu banyak aturan.

 

Saat manusia sudah memilih Jalan Setan sebagai jalan yang ditempuh semasa hidupnya, maka manusia itu akan bebas sebab di aturan Kesetanan membebaskan pengikutnya berfoya-foya dan bersenang-senang tanpa banyak aturan main.

 

Sedangkan setelah manusia memilih jalan Tuhan sebagai jalan hidupnya, maka manusia itu juga akan menempuh jalan yang tidak melulu lurus melainkan berkelok, juga banyak aturan Ketuhanan yang harus dipatuhi.

 

Di masing-masing jalan itu, ada rabb (tuan) masing-masing. Rabb ini yang akan mereka patuhi kehendaknya dan akan selalu mengikuti jalannya. Apa dua rabb itu?

 

 

 

1. Rabb Alam Semesta, Tuhan Semesta Alam.

 

Dalam Jalan Tuhan, maka rabb yang hak untuk diabdi hanya Tuhan Semesta Alam; Allah. Tidak ada yang harus dipatuhi selain-Nya dalam jalan itu, maka hawa nafsu sekalipun mutlak dilarang untuk dipatuhi.

 

Tuhan sebagai rabb akan mengatur lalu lintas bagi pengguna jalan-Nya. Aturan-aturan itu adalah aturan-aturan yang keras dan harus ditaati suka atau terpaksa. Namun, aturan-aturan ini yang membuat Jalan Tuhan selalu tertata rapi.

 

Pengguna jalan-Nya akan berbaris lalu jalan sesuai laju kecepatan yang ditentukan. Kebersihan jalan akan selalu terjaga karena pengguna jalan itu juga selalu bersih. Di samping jalan itu ditumbuhi bunga-bunga segar dan rumput segar untuk melindungi pasir-pasir dari gurun pasir.

 

Pengguna jalan akan merasa damai. Mereka tidak takut akan adanya penjahat di jalan-Nya, atau akan terjadi kecelakaan akibat lalai; mereka tak takut itu. Semuanya sudah tertata rapi bagai sawah yang disekat pematang. Pengguna jalan hanya perlu menaati peraturan-peraturan di jalan-Nya.

 

Sedangkan petugas lalu lintas di sana memiliki sejarah panjang. Mereka berhasil membuka palang yang menghalangi Jalan Tuhan dan memperingatkan mereka yang masuk ke Jalan Setan. Mereka telah berhasil membuat Jalan Tuhan kembali dilalui banyak pengguna sedangkan Jalan Setan mulai berdebu.

 

 

 

2. Rabb Penanding, Hawa Nafsu, Jalan Kesetanan.

 

Untuk mengetahui Jalan Setan, maka manusia seharusnya tahu seperti apa setan yang sesungguhnya. Sebab jika mereka tidak tahu apa itu setan sejati, maka mereka sudah tersesat di gurun pasir tak berujung, dan mereka telah tersesat sejauh-jauhnya.

 

Doktrin agamis selalu menegaskan bahwa setan bukanlah wujud dari arwah manusia yang telah mati lalu gentayangan, melainkan jin (yang sebangsa dengan malaikat) yang menggoda manusia untuk berbuat kesesatan.

 

Menurut doktrin agamis. Setan itu adanya di hutan angker, rumah tak bertuan, kuburan angker, dan semacamnya. Pengendali setan—dukun—akan dianggap sesat atau musyrik.

 

Jin yang bergentayangan dan menggoda manusia itu sangatlah tidak logis.

 

Mari kita berpikir kritis! Lebih kritis lagi!

 

Jika terjadi sebuah penampakan hantu, yang katanya itu adalah jin yang menggoda manusia. Apakah saat jin itu menampakkan diri, maka manusia akan segera lari setengah mati, lalu dari mana dia bisa menyesatkan manusia?

 

Kalau menyesatkan manusia saat dia berlari ketakutan, itu baru benar. Tapi dalam konteks menyesatkan hidup—sepertinya yang dikatakan pemuka agama—maka itu patut kita tertawakan.

 

Apakah pernah saat jin menampakkan diri, dan ia berkata seperti ini: “Hei, berzinalah kamu, sesungguhnya itu sangat nikmat.”

 

Pernahkah begitu?

 

Sekarang mari cermati dengan sangat teliti Al-Quran surat Al-Ana’am (6) ayat 112 di bawah ini:

 

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا شَيَٰطِينَ ٱلْإِنسِ وَٱلْجِنِّ يُوحِى بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ ٱلْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabb-mu mengkehendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah  mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

Tegas sekali ayat di atas menjelaskan apa itu setan. Dia (setan) berasal dari manusia, dan berasal dari jin. Dan mereka membisikkan kata-kata yang indah pada sebagian dari mereka (manusia dan jin). Sangat jelas bahwa setan bukanlah makhluk halus yang tak kasat mata.

 

Jikapun di antara manusia pernah melihat hantu yang berseliweran, maka itu adalah keliruan, atau mereka benar-benar ada sebagai wujud makhluk lain atau energi lain yang masih belum diketahui oleh sains.

 

Jika itu dari manusia, maka setan yang sesungguhnya adalah manusia itu sendiri. Yang membisikkan kata-kata sesat yang indah sekali.

 

Bayangkan sekarang, jika seorang wanita cantik berkata pada Anda: “Berzinalah kamu, sesungguhnya itu sangat nikmat.”

 

Maka Anda berlari ketakutan dan berteriak, “Setan-setan! Setan!”

 

Ini adalah persoalan yang simpel, dan mungkin di antara Anda (sebagian manusia) telah mendapat keilmuan ini.

 

Namun, mari kita lihat dalam konteks besarnya. Bahwa masalah setan berasal dari manusia dan jin adalah masalah serius.

 

Kata-kata yang indah yang sekarang tidak diucapkan terang-terangan seperti kutipan di atas tadi. Melainkan dengan cara samar dan hampir tidak diketahui, tapi sangat berbahaya.

 

Hidup di Jalan Allah adalah mengikuti segala aturan yang ada di buatan-Nya. Sedangkan di Jalan Setan adalah mengikuti aturan buatan manusia sendiri, yaitu aturan yang dibuat atas dasar hawa nafsu para penguasa (jin).

 

Karena setan yang sesungguhnya seperti apa yang dimaksudkan ayat di atas bukanlah datang dari tubuh manusia, tapi dari pemikirannya yang terkendali oleh hawa nafsu.

 

Hawa nafsu inilah setan yang sejati. Karena dia yang selalu menyesatkan manusia dari membuat keputusan bijak dan aturan yang bijak (bersih dari keserakahan).

 

Yang terjadi sekarang sungguh sama seperti aturan Kesetanan, dan Jalan Setan sangat ramai sampai sekarang ini.

 

Lihatlah mereka para penguasa politik di seluruh dunia! Mereka membuat aturan demi keuntungan partai-partainya atau negara-negaranya masing-masing. Pergulatan Donald Trump dan Joe Biden sangat terlihat jelas bahwa mereka ingin ambil untung sendiri, samar tapi jelas; itu rahasia umum.

 

Sekarang, hukum apa yang dipakai Anda untuk berjalan di muka bumi? Tentu hukum negara. Lalu hukum negara itu siapa yang membuatnya? Tentu manusia yang serakah.

 

Sekalipun mereka berkata bahwa hukum ini dibuat atas dasar nilai-nilai agama, tetap saja saat sedang sidang agama bagai tidak mendapat kehormatan di sana. Mereka menggunakan kata “toleransi” kepada ummat beragama lain di negaranya.

 

SEDANGKAN, jalan Tuhan bukanlah memakai sistem hukum dari manusia yang hina, melainkan sistem-Nya yang berasal dari langit dan ciptaan-Nya sendiri.

 

Lihatlah kondisi bumi kita, Kawan. Lihatlah bagaimana blok liberalis dan blok komunis selalu mencipta perang agar pasarnya selalu berputar? Apa hak mereka membuat aturan? Apa hak mereka menguasai manusia lain? Apa hak mereka membunuh manusia lain dan mengakhiri kisahnya?

 

Penguasa-penguasa di bumi sekarang sama saja dengan dukun, membunuh tanpa menyentuh. Mereka hanya perlu memerintahkan dengan mulut, atau menekan tombol untuk mengakhiri banyak kisah.

 

Jika Anda mengaku ummat yang beragama dan selalu pergi ke tempat ibadah, maka Anda harus merenung lagi. Anda harus merenung lagi dan lagi, karena tempat ibadah itu berada dalam aturan manusia lain, dan Anda juga menggunakan aturan manusia.

 

Lalu, harus bagaimana?

 

Penulis pernah berteriak dalam hati, “Mengapa Tuhan tidak menghancurkan sistem penguasa saja?! Damailah hidup!”

 

Tapi setelah bertanya pada guru-guru spiritual penulis, maka dapatlah diterangkan bahwa sekarang ini adalah masa gelap bagi jalan yang baik. Tuhan belum memberi izin untuk jalannya dilalui banyak orang.

 

Keramaian Jalan Tuhan akan terjadi pada masanya. Sudah ditentukan waktunya, yang kurang lebih 700 tahun sekali pergantian siang dan malam (pembahasan ini akan diurai dalam catatan lain). Sehingga, masih belum saatnya.

 

Lalu apa yang harus kita lakukan?

 

Apakah mengikuti Jalan Setan?

 

Atau berada di persimpangan jalan?

 

Atau berbuat makar pada penguasa?

 

Tentu tidak semua itu. Yang kita harus lakukan adalah menjaga diri, karena Jalan Tuhan tak bisa dilewati banyak orang untuk saat ini, belum dibuka untuk umum. Akan tiba saatnya. Lihatlah sejarah ramainya Jalan Tuhan setiap 700 tahun sekali, maka kita akan tahu bahwa waktunya sudah dekat.

 

Teruslah menjaga diri, karena sesungguhnya Jalan Setan penuh kenikmatan pribadi.

 

 

Nota Bene:

 

Sengaja menuliskan dengan gaya anak-anak dan terkesan seperti dongeng atau lelucon, agar polisi tidak mengetuk pintu rumah saya. Pahamilah, Pencari Kebenaran Sejati.

 

Catatan berikutnya: “Jin Adalah Orang Pintar?”. Tunggu tanggal publish-nya, sampai jumpa!

 

 

Komentar

Agung Darmawan mengatakan…
Masukkan dari saya, agar tulisan dibatasi agar tidak keluar dari tema, edit lagi dan peringkas. Gunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti, perumpamaan lalu lintas masih sulit dimengerti.
Agung Darmawan mengatakan…
Gaya penulisan tidak konsisten, satu sisi cerita tapi seolah menggurui, penulis menggunakan sudut pandang bahwa dirinya serba tahu. Sehingga konten di sini lebih banyak mengajari, tidak ada orang yang suka, diajari, tanpa melalui penjelasan yang logis dan kedekatan emosional, basis keilmuan yang dijelaskan tidak runtut, maksudnya tidak urut. Sehingga kadang bukan menjelaskan pokok permasalahannya, tapi menjelaskan kaitannya dengan hal lain.
Anonim mengatakan…
Kurang jelas
Anonim mengatakan…
Bagus, maknanya mendalam. Jadi ngak bisa dibaca sembarang orang. Sebenarnya sempet gak ngerti sampai tanya penulisnya, tapi dia malah jelasin cara bacanya, dan ternyata memang mendalam bangeet.

Lanjutkan, saya pensaran dengan jin.
Anonim mengatakan…
Mantaf

Postingan Populer